"obatnya diminum tiga kali sehari satu sendok makan ya bu," seorang
petugas di apotek menyerahkan sebotol obat batuk kepada pasien sambil
tersenyum.
Informasi di atas seringkali kita temukan,
tidak hanya untuk sirup tetapi juga untuk sediaan cair lainnya seperti
suspensi, elixir.
Akan tetapi apa yang dimaksud dengan
sendok makan? apakah menggunakan sendok makan yang ada di rumah? atau
menggunakan sendok obat yang terdapat di dalam kemasan?
Pertanyaan yang sederhana tapi terkait dengan dosis obat. bukankah ketidaktepatan dosis akan mempengaruhi keberhasilan terapi?
Jika diamat-amati dari dekat ternyata dalam kemasan obat sudah disediakan sendok kecil dengan takaran 5ml dan 2,5 ml (yang ini harus diamati dari dekat karena tulisannya kecil :D ).
Ada
beberapa sediaan obat yang tidak menyediakan sendok tetapi pada tutup
botol obat telah disediakan takaran untuk mengukur cairan 5ml dan 2,5
ml.
Nah, jika kita merujuk kembali ke Farmakope Indonesia Edisi IV dinyatakan bahwa :
- sendok makan = 15 ml
- sendok bubur = 10 ml
- sendok teh = 5 ml
Itu
artinya jika 1 sendok makan adalah 15 ml dan 1 sendok takar obat yang
disediakan adalah 5 ml, maka jika dosis obat yang diberikan adalah :
3 x 1 sendok makan / hari,
maka itu artinya obat harus diminum sebanyak :
3 x 3 sendok takar (5ml)
maka dalam satu hari obat diminum sebanyak 9 sendok takar (5 ml)
Perlu
diperhatikan bahwa tidak semua sediaan sirup obat untuk dewasa memiliki
aturan dosis 1 sendok makan (15 ml), pada beberapa sediaan sirup ada
yang mencantumkan untuk dosis dewasa 10ml atau 5 ml per dosis.
Bicaralah tentang kebebasan. Selayaknya engkau bicara
dengan bebas, maka siapapun juga layak untuk diam. Selayaknya engkau merasa benar
dan mereka keliru, maka siapapun juga layak untuk merasa benar dan engkau
keliru. Seberapa besar engkau merasa bebas untuk berteriak, maka sebesar itu
pula siapapun merasa bebas untuk mengacuhkanmu. Bebaslah untuk beradab atau
tidak sama sekali. Bebaslah untuk menuntut, tak setuju, tapi siapapun sama juga
bebasnya untuk berkata ya, setuju dan tidak membantah. Tak satu sama lain pun
yang berhak untuk mengatakan yang lain pengecut atau pemberani.
Jika kebebasan itu benar ada, mengapa lagi engkau merasa perlu
untuk memperjuangkannya. Karena sekali waktu kebebasan itu diperjuangkan, ia
hanya akan menjadi tahanan dalam penjara pribadi milik seseorang. Sekali-kali
kebebasan tak pernah diperjuangkan. Keberadaannya akan hambar. Maka bebaslah
untuk memaki, menghujat, menghancurkan dan merampas, sama layaknya siapapun
bebas untuk berkata sopan, memperbaiki diri, membangun dan memberi. Dan tak
satu sama lain pun yang berhak menghakimi.
Selayaknya engkau merasa bebas untuk tidak memiliki aturan,
maka sama halnya siapapun layak untuk merasa bebas dengan memiliki aturan, yang
dianggapnya cara untuk kebebasannya sendiri. Jika engkau tak menyukai cara kebebasan
orang lain, maka mengapa tidak membuat rancangan kebebasan untuk dirimu sendiri,
daripada menuntut perubahan pemahaman kebebasan orang lain, yang sama artinya
menghancurkan kebebasan itu sendiri.
Jika kebebasan itu benar ada, maka siapapun bebas untuk tidak
percaya, sama halnya siapapun bebas untuk percaya. Siapapun bebas untuk ber-Tuhan
dengan sungguh-sungguh, atau tidak sama sekali. Selayaknya engkau bebas dalam
realis, siapapun juga bebas dalam idealis. Tak akan pernah ada kebebasan yang
hanya bisa membebaskan dirimu sendiri. Karena kebebasan tak dimiliki untuk
seseorang. Ia bebas tanpa menghakimi.
Selayaknya engkau merasa kebebasan menurut pemahamanmu adalah
benar, maka sama layaknya siapapun untuk merasa benar dengan kebebasannya
sendiri, dan engkaulah yang keliru. Meskipun yang terlihat bagimu, seseorang
tengah membuat penjara untuk diri mereka
sendiri. Tak mengapa jika kebebasan menurut mereka adalah seperti penjara yang
terlihat bagimu. Tidak siapapun mendikte kebebasan. Tak siapapun berhak
memaksakan kebebasannya untuk kebebasan orang lain.
Jika benar kebebasan itu ada. Tak siapapun perlu
membicarakannya, tak siapapun perlu menuntut atau memintanya, karena sesiapa
akan bebas dengan sendirinya. Selayaknya bagimu kebebasan itu ada, maka
selayaknya aku pun bebas untuk percaya bahwa kebebasan itu tak pernah benar-benar
ada.
*
siapapun yang merasa tengah memperjuangkan kebebasan, kemerdekaan, hak azazi, yang
tanpa sadar tengah membelenggu orang lain dengan memaksakan kebebasan menurut
pemahamannya sendiri.
antalgin = metamizol = metampiron
Story:
Pasien diresepkan novalgin inj yang isinya metampiron. Karena di apotek
sediaan ini lagi kosong maka kami pun menawarkan opsi ketorolac inj
atau tramadol inj ( yang kebetulan lagi ada),..indikasi
yang dimaksud adalah efek antipiretik bukan analgetik krn paracetamol
oral dianggap tidak mempan. Hmm....sayangnya tidak ada lagi sediaan
antipiretik injeksi yang lain saat itu, kalo begitu.... ya sudahlah.....
Penasaran
dengan seberapa baik efek antipiretik metampiron ini maka ini dia search di
bbrpa litertur online atau dr bbrp buku standar, bwt nambah informasi n
sekaligus belajar. Tp tau ga hasilnya ketika search di
drugs.com. nah yang muncul tulisan berikut ini nih:
Metamizol : In some countries, this medicine may only be approved for veterinary use.
walaahh.......(jd penasarn negara mana aj yg dimaksud, yg jelas pasti bukan Indonesia, karena kita masih menggunakanya)
ketika search di
ncbi.com nemu data pendukung nih:
Metamizol
proved to be a very effective analgesic. When administered in
equipotent doses, it had its effects comparable to various opioid
analgesics, such as tramadol, pentazocine and pethidine. Beside the
strong analgesic effect, it produces also significant antipyretic and
splasmolytic effects without the adverse, unpleasant anticholinergic
impact
Ternyata memang cukup bagus efek
antipiretiknya, meskipun dinyatakan efek analgetiknya yang paling
diandalkan. Cukup memuaskan, pada bagian bawah paragraf ada tambahan ini
nih:
metamizol is a useful antipyretic both in the
adults and children. Its adverse effects are not pronounced and drug
interactions are minimal.
Aq masih penasaran, pengen
tw perbandingan efek antipiretik mana yang lebih kuat metamizol dg
parasetamol (secr obt ini paling sering digunakan untuk demam),
searching.......(belum ktemu)
ketemu
jurnal hasil penelitian:
Symptomatic intravenous antipyretic therapy: efficacy of metamizol, diclofenac, and propacetamol. All
study medications had a significant antipyretic effect.
However,metamizol at the dose 2500 mg was considered as the most
effective, while propacetamol at the dose 1000 mg showed the lowest
antipyretic efficacy.
Based
on the results of the present study, the choice of the antipyretic
drug should depend on the clinical status of patient,
contraindications, and potential adverse events and risks of the
selected agent.
Comparison of the antipyretic effect between ibuprofen, metamizol, nimesulide and paracetamol in children: All
the treatments were able to decrease significantly the fever and there
was not an statistically significant difference in the antipyretic
effects seen in the four groups of treatment.
Kesimpulan:
efek antipiretiknya tidak jauh berbeda. Pemilihan pun berdasarkan pada
keadaan pasien, kontraindikasi, dan resiko efek samping.
Jadi
kenapa penggunaan parasetamol lebih banyak daripada metamizol
(antalgin) untuk antipiretik? Hmm...seperti berdasarkan cost-efektifnya,
mengingat harga metamizol jauh lebih mahal daripada parasetamol.