Bersyukurlah hari ini


Ketika matahari menyelinap diam-diam di balik kaki langit yang kemerahan, tetes-tetes embun berlomba-lomba menjatuhkan diri. Akar-akar tanaman menggeliut di dalam perut bumi, mencari sumber makanan dan air. Makhluk-makhluk malam berebutan kembali ke sarangnya berganti dengan makhluk penghuni siang yang memulai perburuan. Bumi telah terjaga. Menggeliat perlahan memperlihatkan keanggunannya. Membiarkan sinar matahari pelan-pelan menerobos hamparan hutan dan sawah, memandikan lautan dengan kemilau pantulan cahayanya, seperti barisan permata dari kejauhan. Adakah engkau terjaga?

Terlalu sibuk memang, setiap rutinitas yang kita lewati. Bangun pagi-pagi, mandi, mematut diri di cermin, memburu sarapan dan memastikan segala hal telah sempurna. Nah! Saatnya untuk berangkat. Ada pertemuan penting hari ini. Ada kelas yang harus dipenuhi. Ada janji yang harus ditepati. Menunggu bis. Antrian panjang. Berbincang-bincang. Mengerjakan pekerjaan rumah.. Astaga! Hidup ini repot sekali. Setiap kesibukan itu seperti membuat kita menuntut terlalu banyak terhadap waktu. 24 jam rasanya kurang. Kehidupan seperti perburuan liar. Siapa cepat ia dapat, tidak peduli bagaimanapun caranya, setiap keinginan harus tercapai. Target demi target ditetapkan.  Pandangan kesuksesan orang lain dan prestise adalah sebuah impian. Materi dan kebahagiaan nyaris mencapai titik kesetaraan. Tapi setelah begitu jauh, adakah kita merasa puas? Adakah kita merasa bahagia?
                
 Terkadang kegembiraan tidak bersyarat. Tidak memilih tempat terbaik dan makanan terbaik. Hati yang tenang tidak memilih tempat. Karena ketenangan tidak berada di restoran terbaik, dengan makanan terenak, atau di rumah terbesar dengan perabotan yang lengkap, atau kehormatan yang tinggi dengan standar kesuksesan orang kebanyakan. Ia datang seperti keajaiban. Perwujudan nyata titik tertinggi rasa syukur, tanpa syarat. Adakah kita menemukan keajaiban itu? Di setiap pagi ketika matahari dan suara-suara alam membangunkan seisi bumi. Atau di setiap malam sebelum menutup kedua mata dan mengingat kilasan hari ini yang telah berlalu. Ketika matahari berganti bulan yang tersenyum redup bersama sayup senyap penghuni malam yang baru terjaga.
                 
Terjagalah hari ini dengan cara yang berbeda. Bukan lagi tentang jam weker dan pekerjaan rumah, tentang kerepotan mengurus anak-anak dan menyusun jadwal, atau tentang perbedaan pendapat yang menegangkan urat saraf, kemacetan, target harian, tagihan listrik, televisi baru dan rekening bank. Hari ini terjagalah dengan sebuah senyuman. Hari ini melongoklah ke luar jendela. Hiruplah udara pagi yang menyejukkan paru-paru. Pandangi sebentar keanggunan kemilau fajar yang merayap pelan, ada cahaya keemasan dan kepakan keperakan pada bias-bias sinarnya. Ada pucuk pepohonan yang bergelayut pada cahayanya, mencoba mencari sumber fotosintesis dan bernafas hari ini. Ada kehidupan lain yang di sudut-sudut batang coklatnya yang bercabang. Awan gemuk dan tipis berlomba-lomba melukis langit hari ini. Mereka membuat cerita sendiri tentang angin, cuaca, dan hujan. Dengarlah sapaan selamat pagi yang menggairahkan. Ketika bumi mekar bersenandung tasbih. Puja-puji seluruh alam atas keagungan tak terhingga. Lantas, Sudahkah kita bersyukur hari ini?

my-room

Posted in Label: , | 0 komentar

Adaptasi


Pelajaran yang menarik dari kelas biologi di Sekolah Menengah dulu adalah penyesuaian diri, adaptasi. Proses penyesuaian diri makhluk hidup terhadap lingkungan disekitarnya. Pelajaran ini menggambarkan bagaimana hewan-hewan beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya yakni dengan melakukan perubahan diri yang menguntungkan kelangsungan hidup mereka. Pada kenyataannya spesies yang tidak sanggup menyesuaikan diri akan punah. Kepunahan merupakan kata mengerikan, karena bagaimanapun setiap spesies menginginkan kelanggengan generasi mereka.

Adaptasi dunia kerja, adaptasi kehidupan di lingkungan baru, kota baru dan masyarakat dengan budaya yang baru. Segalanya seringkali terasa memberatkan pada awalnya. Namun seiring berjalannya waktu kebiasaan-kebiasaan di lingkungan baru itu mulai menjadi bagian dari kita. Tidak peduli betapa sebuah budaya baru yang pada awalnya menurut kita adalah sesuatu yang asing, mau tidak mau harus menghadapi penyesuaian dengan budaya yang sudah melekat secara pribadi, yang kita bawa dari tempat sebelumnya. Lingkungan baru adalah magnet dengan pusaran kuat yang menarik energi kita ke dalam dirinya. Kebiasaan lama adalah magnet kecil lainnya yang bersikukuh untuk mempertahankan diri. Kekuatan kedua magnet ini lah yang mencerminkan adaptasi, seberapa besar kemampuan diri kita untuk menyesuaikan dengan keadaan lingkungan seringkali digambarkan dengan seberapa besar kita mampu menerima kebiasaan di lingkungan baru. Tapi apakah adaptasi hanyalah sebuah proses satu arah?

Sebagian orang bertahan dengan kepercayaan leluhur mereka. Orang-orang yang hidup dan tinggal di negeri lain masih mencoba mempertahankan bahasa dan kultur yang dianut nenek moyang mereka. Seberapa besar kultur dan budaya yang dipegang itu mampu bertahan terhadap budaya baru di negeri asing adalah hal lainnya. Namun pada kenyataannya proses adaptasi, penyesuaian diri tidak dapat disamakan dengan proses pemakluman kebiasaan baru di negeri baru, pun tidak bisa disamakan dengan proses perubahan diri mengikuti metoda dan cara-cara di negeri baru tersebut. Toh setiap individu memiliki kekuatan pribadi, sebuah egoisme yang berdiri di atas kepercayaan yang teguh pada prinsip yang mereka anut sendiri. Inilah mungkin yang membatasi ‘adaptasi’ dengan apa yang dinamakan sebuah ‘prinsip’.
 
Butuh beberapa waktu untuk merasa nyaman hidup dalam sebuah lingkungan dan masyarakat baru. Tapi apakah rasa nyaman yang kemudian muncul ini berarti titik penyesuaian diri tersebut telah tercapai? Apakah rasa nyaman di lingkungan baru dan sebaliknya lingkungan tersebut menerima dan merasa dengan nyaman dengan kita, ini menandakan bahwa titik penyesuaian tersebut telah terpenuhi? Ataukah perasaan nyaman ini dibangun dari kesadaran bahwa dalam beberapa hal kita yang berasal dari lingkungan lama, menemukan beberapa persamaan dengan lingkungan baru tersebut? Karena dengan menyadari adanya banyak kesamaan seringkali menimbulkan sebuah hubungan erat, semacam persaudaraan kuat yang tak terlihat. Akan tetapi darimana kesamaan-kesamaan ini terbangun? Apakah kita telah diubah oleh lingkungan sekitar kita, sehingga menganggap kebiasaan asing dan aneh itu menjadi sesuatu yang wajar, atau tanpa disadari kita sendiri justru telah membawa sebuah kebiasaan baru yang perlahan-lahan hingga titik tertentu telah mengubah kebiasaan lama di tempat yang baru tersebut? Lantas seberapa jauh lingkungan baru telah mengubah kita dan seberapa besar kita telah mengubah lingkungan tersebut? 

Mungkin ada baiknya kita mengukur kembali titik awal perjalanan ini dimulai dan melihat sejauh mana perubahan itu mampu memberikan dampak yang lebih baik. Karena jika tidak, bisa saja adaptasi tak lebih dari sebuah sistem alam dalam mengelompokkan spesies dengan sifat yang sama. Dan sifat yang terkuat lah yang akan memenangkan tempat, tak peduli seberapa baik atau buruknya sifat-sifat tersebut.
                                                                                                                               
                                                                                                                                Jambi, 17 Maret 2011

Posted in Label: , | 0 komentar

Oleh2 Khas Minang

Oleh2 Khas Minang
Rendang Telur, Rp.45.000/kemasan isi 0,5 kg. CP:Widia (08982605727/08126795642)